Translate

Saturday, May 19, 2012

Berada dimana kamu pada bulan ini tepat 14 tahun yang lalu?

popmilk.multiply.com

Saya sering diejek dan dikerjain oleh teman saya soal fobia saya akan ruangan tertutup dan gelap.

"konyol," kata mereka.

Saya yang berbadan besar dan berkarakter judes-judes asoi masa iye takut sama ruangan gelap? Tapi nggak banyak sih yang tahu apa penyebabnya. Mereka cuma tahu saya cemen karena takut gelap. Ya iya sih, saya cemen. Dan sekarang, saya mau cerita asal muasal kecemenan saya ini.

Pertanyaan khusus untuk pembaca WNI, "berada dimana kalian 14 tahun yang lalu?"

~saya sok iye banget sih, "khusus WNI". Kaya ada yang baca blog galau aja :D

14 tahun yang lalu saya masih SMP, dan berada di Solo.

Rumah orang tua saya di Solo. Bukan Solo sih tepatnya, tapi di pinggir kota Solo, dekat Kartasura. 14 tahun yang lalu, terjadi kerusuhan besar-besaran di seluruh pelosok Indonesia. Saya masih terlalu muda untuk paham apa sebabnya. Tapi saya sudah cukup umur untuk bisa merasakan kengerian yang menyelimuti kota. Bayangkan saja, kalau kamu tinggal di sebuah kota kecil yang nyaman dan damai, lalu pada suatu ketika, BOOMM!!! Kerusuhan terjadi. Pembunuhan, perkosaan masal, penjarahan, penyiksaan dimana-mana.

Ada beberapa jenis orang yang bisa dilihat waktu itu:
  1. Orang yang meminta tolong alias korban
  2. Orang yang kesurupan dan melakukan hal-hal biadab
  3. Orang yang bingung dan ketakutan
Saya dan keluarga saya rasanya termasuk golongan ketiga. Syukurlah diantara kami nggak ada yang menjadi korban maupun perusuh (sungguh saya bersyukur sedalam-dalamnya kepada Tuhan atas keadaan ini, tanpa mengurangi perasaan duka saya terhadap para korban). Tegang sekali rasanya waktu itu.

Saya nggak akan menceritakan detail yang terjadi, karena pasti sudah banyak cerita yang beredar. Saya cuma mau cerita yang saya rasakan saat itu.

Terbayang nggak? Berada dirumah, mendengar teriakan-teriakan dan ketakutan ditengah kota yang berkecamuk?

Salah satu yang terlihat jelas dari sisi rumah saya adalah bioskop yang terbakar. Bioskop itu sedang memutar film, jadi ya wajar kalau banyak orang. Para manusia kesurupan menutup semua jalan keluar dari bioskop. Saat orang-orang terkunci dan panik di dalam, mereka membakar gedung bioskop, bersama orang-orang yang terkunci didalamnya. Lalu teriakan menggema di langit sore itu.

Saya nangis ndeprok waktu melihat asap mengepul dan kemudian lamat-lamat mendengar cerita itu. Orang-orang mengira saya anak kecil yang ketakutan. Iya sih, saya takut. Tapi lebih ke marah. Bahkan pada usia semuda itu saya tahu kalau mereka yang berada di dalam bioskop itu korban, tidak tahu apa-apa. Dan mereka yang kesurupan itu biadab. Sungguh biadab!

Sampai saat ini, bila berada di ruang tertutup yang gelap, nafas saya seakan terhenti. Dada saya sesak rasanya dan air mata saya mengalir. Kalau kata teman-teman dari fakultas Psikologi: saya menderita fobia gelap. Saya nangis nggak bisa ditahan. Soalnya saat berada dalam situasi tertutup dan gelap, yang terbayang adalah kejadian 14 tahun silam.

Ah...kekerasan itu dampaknya bukan hanya luka fisik. Tapi dampaknya lebih dalam dan lama. Bahkan anak kecil yang terpaksa menyaksikan kekerasan akan terus merasakannya hingga dewasa.

Dan sampai kini saya masih terus bertanya-tanya. Mereka para pelaku kekerasan 14 tahun silam, bagaimana perasaan mereka sekarang? Berada dimana mereka sekarang? Apakah sekarang mereka tetap melakukan kekerasan, hanya saja sekarang mereka menggunakan alasan dan kedok yang lain?

Bagaimana mereka mengajarkan mengenai cinta kasih dan toleransi kepada anak-anak mereka?

Indonesia 14 tahun yang lalu, disiksa karena perbedaan suku.

Indonesia kini, disiksa karena perbedaan keyakinan.

Bukan hanya siksaan fisik. Tapi siksaan mental dan intelektual juga, dalam bentuk pembatasan, pelarangan, dan pengkotak-kotakan yang semena-mena. Kalau saya punya anak nanti, akankah saya bisa melindunginya dari kemungkinan terjangkit fobia karena menyaksikan kekerasan?

Kapan ya, manusia bisa berevolusi sempurna dan bertindak selayaknya citra Tuhan? Bukan bertindak seperti binatang seperti sekarang...

Sunday, May 6, 2012

Sebenarnya saya hanya berniat bercerita tentang pertemuan saya dengan aktivis lingkungan hidup yang merokok, tapi kemudian saya terbawa perasaan dan malah berbicara mengenai kekerasan.

oktomagazine.com


Apakah kamu seorang perokok?

Saya tidak merokok. Tapi saya juga bukan pembenci perokok.

Di postingan saya sebelum-sebelumnya, saya pernah mengatakan bahwa saya benci terhadap orang yang fanatik berlebihan terhadap suatu hal. Apapun hal itu! Terkadang seseorang menjadi gila dan bertindak merusak dan menyakiti orang lain, ketika melihat orang lain berbuat dosa. Kenapa? Sejujurnya, hal itu tidak masuk sama sekali dalam logika saya. Sampai sekarang saya masih terus bertanya-tanya: mengapa orang membunuh sesamanya yang berbeda agama atau keparcayaan? Mengapa orang bisa begitu benci terhadap kaum gay dan lesbian? Mengapa orang-orang harus mengarak bugil dan memukuli orang yang kedapatan berada di rumah bordil? Bukankah itu bukan urusan mereka? Kalau hal yang mereka lakukan dianggap dosa di mata Tuhan, kenapa orang-orang itu yang ketakutan dan menjadi gila lalu berbuat kekerasan?

Bagi saya, kalau menurut saya perilaku seseorang itu berdosa, biarlah itu menjadi urusannya dengan Tuhan. Kalau Tuhan begitu membenci perilaku mereka, biar Tuhan yang mengurusnya. Tugas kita sebagai manusia adalah mencintai sesama, bukan menghakimi.Siapa kita sampai bisa besar kepala dan menganggap diri sendiri adalah perpanjangan tangan tuhan?

Saya benci orang munafik, yang berkata bahwa mereka membenci orang yang melanggar perintah tuhan, tetapi mereka sendiri juga melakukan kekerasan yang juga berarti melanggar perintah Tuhan.

Saya tidak benci berlebihan, apalagi mempunyai keinginan membunuh terhadap seseorang yang berbuat dosa terhadap Tuhan. Tapi saya sangat tidak suka dan merasa terganggu bila seseorang melakukan sesuatu yang merugikan/mengganggu orang lain.

Wow, saya sebenarnya tidak bermaksud menulis tipok seberat dan sesensitif itu. Tapi mendadak saja mengalir, karena topiknya sedikit berhubungan. Sebenarnya saya ingin berbicara mengenai Rokok.

Bagaimana pendapatmu tentang perokok?

Saya tidak membenci perokok, meski saya bukan perokok. Pacar saya, teman dekat saya, teman-teman saya, bahkan beberapa orang di keluarga saya adalah perokok. Saya bisa menghormati mereka selama mereka juga menghormati saya. Dan selama ini, mereka bisa menghormati keputusan saya untuk tidak mengotori paru-paru saya dengan rokok, dengan cara tidak merokok di dekat saya apabila saya keberatan. Mereka juga tidak merokok di dekat anak kecil, tidak merokok di kawasan bebas rokok, tidak membuang puntung rokok di sembarang tempat. Jadi saya tidak punya alasan untuk protes.

Tetapi beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan seorang mbak-mbak perokok. Nggak masalah sebenarnya, kalau dia hanya merokok saja. Bahkan kalau dia merokok di depan saya, dan saya merasa terganggu, saat itu saya akan memilih untuk diam dan mengalah. Karena saya tidak ingin menciptakan keributan dengan orang yang tidak dikenal.

Tapi lalu di mulai mengajak saya berbicara. Dan tebak tentang apa? Tentang lingkungan hidup! Ternyata dia tergabung dalam salah satu komunitas sepeda. Saya tidak tahu juga apa yang membuat dia mengajak saya berbicara, padahal kami hanya kebetulan sama-sama antri ATM. Mungkin karena bosan dengan antrian yang mengular.

Dia memulainya dengan bertanya, mengapa saya memilih mengendarai kendaraan bermotor?

Saya menjawab, karena praktis saja. Saya butuh alat transportasi yang cepat dan nyaman untuk mobilitas saya sehari-hari.

Lalu dia mengangguk-angguk. Menyalakan rokok, dan merokok dengan santai didepan saya. Saya otomatis menutup hidung dengan tangan dan mengernyitkan dahi. Itu benar-benar spontan. Bayangkan ada orang yang tiba-tiba menyalakan rokok dihadapanmu, menghadap kearahmu.

Lalu dia mulai bercerita bahwa asap kendaraan bermotor itu merusak lingkungan, bahwa dia dan komunitas memilih sepeda sebagai alat transportasi karena lebih ramah terhadap lingkungan.

Saya menjawab, "wah, bagus itu mbak. Mungkin memang gerakan bersepeda harus didudukung. Saya tertarik untuk bersepeda kapan-kapan. Mungkin saya akan latihan dulu karena bersepeda itu butuh kebiasaan. Tapi bisa minta tolong matikan rokoknya, mbak? Saya terganggu dengan asap rokokmu".

Saya mengucapkannya sambil tersenyum dan dengan nada ramah.

Tapi si mbak-mbak aktivis lingkungan hidup mengabaikan saya. Dan terus asik berceloteh mengenai lingkungan, mengenai sampah industri, mengenai polusi karena kendaraan bermotor, dan tentu saja tidak lupa mengkritik orang-orang yang egois dan memilih memakai kendaraan bermotor untuk transportasi dalam kota.

Iya sih, mungkin bagi para pesepeda itu, kesehatan dan kenyamanan pernafasan saya sangat tidak penting bila dibandingkan dengan pepohonan.

Sekali lagi, saya tidak membenci aktivis lingkungan hidup atau komunitas sepeda. Bahkan pacar saya adalah seorang anggota komunitas sepeda juga. Dia sering mengajak saya bersepeda di minggu pagi. Tapi, lihat kembali tulisan saya yang paling atas. Saya benci orang munafik. Ironis sekali kan, mengkritik seseorang karena orang tersebut menggunakan kendaraan bermotor yang asapnya mencemari lingkungan, tapi dia sendiri sambil membawa rokok?

Hahahaa...

Obrolan terputus karena si mbak masuk ke bilik ATM, dan saya menunggu diluar. Dan saya menghembuskan nafas lega. Obrolan selesai. Saya benar-benar sedang tidak ingin berbicara atau beradu pendapat dengan orang-orang semacam itu. mungkin di situasi lain, saya akan dengan senang hati berkenalan dan ngobrol dengannya. Tapi hari itu sangat panas, dan saya masih banyak urusan.

Ternyata, kasus belum ditutup. Saat keluar, masih dengan menenteng rokok, dia mengarahkan jari kepada saya dan berkata, "ingat, cintai lingkunganmu. Bijaklah dalam memilih alat transportasi."

Karena saya orang yang menyebalkan dan tidak mau kalah, maka saya balas mengarahkan telunjuk dan berkata: "kamu juga. Cintai lingkunganmu. Bijaklah dalam memilih cara untuk bersenang-senang. Setidaknya pakailah cara yang tidak berasap. Dan hei, setidaknya saya tidak mengarahkan knalpot motor saya langsung ke muka kamu."

Dan orang-orang di sekitar kami tertawa mengiringi kepergiannya.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...