Translate

Thursday, April 18, 2013

Karena Selera Kita Berbeda

Lusa malam kemarin, saya melakukan perbincangan yang menyenangkan dengan seorang teman. Oh iya, teman saya ini nggak mau disebut namanya. Takut keganthengannya tersebar luas, katanya. Kebetulan, karena suatu hal, teman saya tersebut sedang berkutat dengan artikel mengenai Fetish. Ada yang nggak tau apa itu Fetish? Kayaknya pada tahu lah ya ^^.

Saat pembicaraan soal itu, ada kalanya kami ber "ohhh", "aahh", dan juga "iiiuuuhhh". Atau kalau diterjemahkan: "oh begitu ya?", "wah...ada gitu yang begitu?", dan "Jijik banget nggak seehh?". Ya kami sih membicarakannya dengan muka datar saja, ini cuma salah satu obrolan tengah malam yang penuh pengetahuan, bukan penuh perasaan x).

Sampai pada suatu titik kami tersadar, bahwa kami cenderung bersikap tidak setuju, tidak menerima, bahkan jijik terhadap sesuatu yang belum terbiasa kami temui. Padahal kami ini selalu mengaku dengan jumawa bahwa kami adalah manusia modern yang sophisticated dan berpikiran terbuka. Tapi manusia, baik kuno maupun modern, memang selalu begitu kan? Cenderung memberi cap "nggak normal" terhadap sesuatu yang nggak sesuai dengan selera dan kebiasaan pribadi, atau selera dan kebiasaan kebanyakan orang?

Akhirnya kami mengambil kesimpulan: ya sudah lah. Kalau mereka menikmati, nggak ada unsur pemaksaan, dan selama nggak merugikan orang lain, ya nggak papa. Yang nggak normal itu yang memaksa dan merugikan orang lain. Walau dilakukan dengan cara yang menurut kita normal, dan obyeknya juga normal, tapi kalau ada unsur pemaksaan dan merugikan, ya itu lebih nggak normal dari apa yang biasa kita sebut "nggak normal". Begitu. Toh mereka nggak merugikan orang lain. Toh mereka tau resikonya bagi diri mereka sendiri. Bukan urusan kita untuk menghakimi. Sekedar tahu saja.

Balik lagi ke soal manusia, bener nggak sih manusia cenderung memberi cap "nggak normal" atau "aneh" terhadap sesuatu yang diluar kebiasaan dan selera mereka?

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman masa sekolah saya menemukan blog pencitraan saya (FYI, tulisan ini dobel posting ke blog sebelah juga). Kebetulan dia bukan orang yang suka makeup ataupun suka menulis. Jadi dia berkata: "aneh banget sih kamu, semacam kurang kerjaan gitu ya?" Untung pikiran saya lagi jernih waktu itu. Jadi alih-alih mengajak berdebat, saya pilih menjawab sambil cengengesan saja. Lalu mengabaikan.

Lalu seorang kawan yang lain, di hari yang lain, pada topik yang lain, menimpali twit saya soal ajakan berdandan dengan kata-kata semacam: "Memangnya kalau sudah cantik, perlu gitu dandan?"

Saat itu pikiran saya sedang kurang jernih, sehingga rasanya pengen menimpali: "Memangnya situ cantik?"

Untung nggak jadi. Karena saya masih memikirkan kedamaian dunia x). Dan karena sebenarnya saya pribadi berpendapat kalau dia yang berkomentar itu: cantik. Semua perempuan itu cantik kok menurut saya. Kalau ada yang bilang nggak cantik, itu cuma masalah selera saja. Tapi pada dasarnya semua perempuan itu cantik. Apalagi kalau pandai membawa diri. Dan bagus enggaknya seseorang membawa diri pun, penilaiannya ya tergantung selera lagi. Jadi bener banget kalau ada yang bilang: "cantik itu relatip, Gan!"

Jadi saya memilih mengabaikan, walau dalam hati saya berpikir: "oh jadi menurut dia saya nggak cantik sampai perlu berdandan." Sensitiiiiippp. Dibahaaaaassss.

Ya begitulah. Karena mereka yang mengatakan hobi makeup itu aneh adalah orang-orang yang nggak suka makeup. Selera mereka berbeda dengan saya. Saya suka makeup, mereka enggak. Jadi adalah wajar (mengingat manusia selalu berpikir yang berbeda itu aneh) kalau mereka menganggap saya ini aneh.

Nggak usah lah dengan perbedaan antara yang suka dan yang nggak suka makeup. Bahkan di antara sesama yang suka makeup dan sesama yang suka nulis pun terkadang ada tudingan si ini aneh dan si itu aneh. Misalnya: "ih...si itu kok nulisnya begitu sih? Sok asik banget!" atau "Ya ampun, liat FOTD-nya si anu nggak? Aneh gitu ya, blushon-nya ketebelan." atau "Dia tuh kalau nge-review nggak jujur. Produk jelek kaya gitu kok dibilang bagus? Apa memang seleranya jelek ya?" atau "Yaelah, penting gitu hal kaya begitu dibahas di blog sampai puluhan paragraph?"

Ini saya tidak sedang membicarakan orang lain lho. Kutipan-kutipan diatas juga kadang melintas di pikiran saya sendiri ketika melihat sesuatu yang nggak sesuai dengan selera dan kebiasaan saya. Ada yang saya ucapkan keras-keras, ada yang saya ucapkan bisik-bisik dengan teman, ada juga yang sekedar saya simpan di dalam hati. Tapi ya begitulah. Melihat, menilai, menghakimi. Selalu begitu.

Padahal semua hal yang saya sebutkan diatas, baik mengenai seks, makeup, maupun cantik atau enggaknya seseorang, itu kan masalah selera. Yang nggak masuk dengan selera kita, kita cap jelek, aneh, nggak normal.

Oh iya, dengan menulis ini, saya nggak kepingin memancing komentar bernada simpatik semacam, "cuekin aja lah orang-orang kaya begitu." Karena yang saya bicarakan juga diri saya sendiri. Saya pun kadang bersikap seperti itu. Dan sedang berusaha memahami kalau ada orang yang bersikap seperti itu juga kepada saya. Saya cuma terlalu terbiasa menuliskan pikiran saya saja. Nggak bermaksud apa-apa.

Adakalanya saya mengganggap orang yang suka nonton sepakbola itu aneh. Dimana sih asiknya? Aneh banget bela-belain begadang hanya demi nonton bola? Nggak guna banget sih? Adakalanya saya menganggap orang yang kecanduan game sampai lupa waktu itu aneh. Gila, ngabisin uang cuma buat nge-game, bro? Nggak produktif banget sih? Emang ada manfaatnya buat kehidupan umat manusia?

Saya berharap, sebelum saya mengucapkan hal-hal tidak pengertian semacam itu, saya mengingat juga bagaimana rasanya saat saya mendengar: "Dimana sih asiknya makeup?", "Aneh banget abis-abisin uang buat beli makeup.", "Emang makeup-an ada manfaatnya?", "Daripada mainan makeup & ngeblog nggak jelas mending melakukan sesuatu yang produktif."

Yah, ada kok manfaatnya. Manfaat dari makeup, nulis, nonton sepakbola, dan juga nge-game adalah: Membuat Hati Senang! Itu penting lho. Menurut saya penting sih membuat hati saya senang. Saya suka bersenang-senang.

Pernahkah berpikir, bahwa orang yang selama ini kita anggap aneh, mungkin juga menganggap kita aneh? Karena selera kita berbeda.

2 comments:

  1. Iya, Jeng, kesenangan tiap orang memang berbeda2. Selama ngga melakukan pemaksaan dan ngga merugikan orang lain ya sah2 aja dilakukan.
    Hanya saja kalau saya sering kali cenderung menutupi hobi dan kegemaran saya dari orang2 sekitar yg ngga bisa menerima hobi/selera saya dengan wajar. Termasuk merahasiakan blog2 saya dari org2 sekitar, dan kalau belanja skincare/ makeup ngga pernah ngajak temen2 yg anti make up. eh, koq jadi curcol gini he he x)
    Dan saya pun seringkali berpikir kalau orang yg meski kelihatan kucel tapi tetep anti make up/ skincare itu aneh.

    Tapi ya apapun hal yg membuat hati senang dan tidak merugikan siapapun, akan tetap saya lakukan walaupun beberapa diantaranya harus dilakukan diam2 dan hanya cerita pada orang2 yg punya hobi sama dengan kita :)
    Tulisan yg bagus, Jeng, moga bisa memberi pencerahan buat banyak orang agar saling menghormati selera masing2, he he :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga ga pernah bilang-bilang lho, deasy, soal blog & makeup. Tapi namanya mengupload sesuatu di media sosial kan lama kelamaan orang2 pasti tahu. Tadinya pas orang2 yang kenal aku di dunia nyata nggak tau tentang blogku, duniaku aman sentosa. Baru setelah pada tahu aja sindiran & cibiran berdatangan. Harus aku akui sih, komentar negatif paling banyak justru muncul dari orang2 yang kenal aku di real life, yang seharusnya malah "kenal" aku dengan baik. "kenal" kalau aku suka makeup dan suka nulis sudah lama :D

      Malah curhat.

      Tapi ya pengingat. Jangan menganggap aneh siapapun, apalagi memperlakukan mereka dengan buruk karena aneh. Karena semua hanya masalah selera ^^

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...