Translate

Wednesday, February 20, 2013

Cerita Seorang Mendes

Kepulangan saya kali ini adalah untuk pemilihan kepala desa.

Iya betul! Demi pemilihan kepala desa yang puenting banget ini, ibu saya sudah mengancam saya sejak sebulan yang lalu. pokoknya saya harus pulang! Dan demi event maha penting ini, saya ijin kerja dua hari. Ibu saya benar-benar serius waktu bilang kalau saya harus datang.

Maka datanglah saya tanpa angin dan hujan, di pertengahan minggu, seolah-olah saya ini pengangguran. Demi pemilihan kepala desa yang bahkan saya nggak tau siapa aja calon-calonnya.

Atas itikad baik demi kemajuan desa, saya menanyakan kepada ibu saya, "siapa nama calon-calon kepala desanya?". Ibu saya menjawab, "Joko."

"Joko. Dan siapa oposisinya?"

"Calonnya cuma satu kok."

"Hah? Terus ngapain kita nyoblos-nyoblos gambar dia kalau nggak ada pilihan lain?"

"Ya aturannya begitu mau gimana lagi?"

-_______-

Setidaknya formalitas pemilihan calon tunggal kepala desa ini membawa saya pulang ke rumah saya di suatu desa di pinggiran kota Solo. Maka seperti biasanya jika saya di rumah Solo, saya mengeluarkan sepeda saya di sore tadi.

 

Ini penampakan sepeda saya. Selalu begini dari masa ke masa. Bapak saya selalu membelikan yang berkeranjang begini, cuma ukurannya yang selalu berubah seiring pertumbuhan umur saya. Waktu kecil, saya suka mengambil apa saja yang menarik di jalan lalu saya letakkan di keranjang dan kemudian saya bawa pulang. Mulai dari buah talok dan jamblangan, batu-batuan lucu, pelepah pisan, batang tebu, sampai anak kucing juga pernah saya bawa pulang.

Sore tadi agak sedikit berbeda. Saya merasa sangat bersemangat menggenjot sepeda saya. Dan saya juga nggak lupa bawa kamera di keranjang sepeda saya. Makanya saya sempat mengambil banyak foto.

Saya pernah bercerita sekilas mengenai desa saya di post yang ini. Tapi bisakah kalian bayangkan bentuk senyatanya? Ini foto rumah yang disampingnya ada lorong rahasia menuju jalan terlarang:
 
 

Jangan dibayangkan ala perkampungan di Jogja kota atau jakarta sekalian ya. Nggak ada Indomaret di desa saya. Desa saya itu bener-bener desa yang kampungaaaannn banget. Dan saya cintaaaa banget. Biasanya cewek-cewek dari kampung seperti ini dibust mendes, mentel desa. Dan iya, saya adalah produk mendes desa saya. Jangan salah ya, mendes juga bisa kuliah dan lulus kumlot >'<. Nah, kalau cowok-cowoknya sering disebut gondes, gondrong desa. Meskipun nggak banyak sih yang gondrong.




Itu kampung saya. hijau banget yah. Saya betah banget kalau disuruh sepedaan disini. Kalau di Jogja, baru lima belas menit aja rasanya udah pengen muntah-muntah. Kalau disini, ya ampun, kalau nggak dicariin bapak saya mungkin saya udah lupa pulang.

Tapi tentu saja nggak semua hal tetap seperti itu. Demikian pula kampung saya. Salah satu spot yang dulunya kebun tebu, mendadak menghilang digantikan dengan perumahan modern:
 

Iya saya tahu, kalau pabrik gula di kecamatan terdekat sudah tutup dan nggak giling lagi. Makanya kebon tebu pada dipapras dan tanahnya terbengkalai. Tapi saya kangen sama suasana desa saya yang dulu. Yang banyak tebu, semak, sawah, kebun, kucing, ayam, dan ular. Bukan batu dan semen dan aspal.

Dan ada apa dengan mas-mas gondes disini ya? Jaman dulu, kalau ada mbak-mbak mendes naik sepeda lewat, pasti mereka suit-suit dan senyum-senyum menggoda. Tapi ketika saya lewat dengan sepeda berkeranjang saya, beberapa kumpulan gondes yang saya lewati cuma diam saja :|.

Dan pada suatu tikungan, saya dilewati oleh mbak-mbak yang naik motor mio, bertanktop pink, kaca mata hitam selebar muka, dan tentu saja rambutnya di cet warna ash. modern sekali. Mas-mas gondes yang tadi ngacangin saya bersuit-suit menyuiti mbak-mbak mio tadi.

Yah, jaman sudah berubah. Saya sudah tidak masuk kriteria untuk jadi mendes sepertinya. Gaya saya kurang gaul dan masa kini untuk disebut seorang mendes lagi. Saya sedih. Saya kangen masa lalu :'(.

5 comments:

  1. kamu sih nggak kekinian ses..
    btw, ngarep banget disuit-suitin --"

    ReplyDelete
    Replies
    1. ho'oh ik, pdhl aku nek disuit2i malah gilo njuk kabur -_-

      Delete
    2. Tapi kan kalau nggak disuiti sebagai mendes saya merasa gagal :'(

      Delete
  2. ha ha ha... mungkin kalau bajunya diganti kayak mbak2 yg rambutnya dicat itu, baru bakal disuit2in :D
    ataw jangan2 mas2 itu bukan asli desa, makanya seleranya begitu :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ewww...itu embak-embak pakai tank top pink, yang di bagian dada ada aksen oranye dan ada boneka kucing plus bunga-bunganya. Nggak mau akuuuu --".

      Iya mungkin bukan asli desa ya. Mungkin pendatang :'(

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...