Kebetulan hari ini saya berada di Solo, kota kelahiran saya, kota tempat saya melewatkan masa kecil sampai remaja, dengan segala romantika dan problema :D.
Dan kebetulan juga saya mempunyai sedikit waktu untuk "napak tilas".
Rumah saya bukan di Solo tepatnya, tapi di sebuah desa kecil di pinggiran kota Solo. Boleh deh disebut kampung. Saya suka disebut kampungan alias orang kampung. Kampung itu polos, lugu, jauh dari polusi udara dan suara, semua penduduknya saling mengenal, saling menolong, saling bergosip. Kampung itu menyenangkan. Saya memang lebih cocok jadi orang kampungan daripada orang metropolitan.
Waktu kecil, saya suka sekali keliling desa naik sepeda BMX kecil andalan saya. Lalu memarkir sepeda di salah satu kebun tetangga, dan memanjat pohon talok atau pohon jamblangan yang buahnya menggrembuyung, makan talok dan jamblangan yang dipetik langsung dari pohon, sambil nangkring menikmati sepoi angin di salah satu dahannya.
Pohon talok di depan masjid deket rumah saya juga merupakan tempat persembunyian saya, kalau saya malas tidur siang. Dari atas pohon talok pada jam dua siang, akan terdengar suara ibu saya berteriak-teriak memanggil menuruh saya pulang dan tidur siang. Semakin keras suara ibu saya, semakin rapat saya bersembunyi diantara dedaunan.
Di belakang pohon Jamblangan yang berjajar, ada lautan ladang tebu. Kalau saya kesana, terkadang bapak yang sedang mengawasi ladang tebu *mungkin pemilik, mungkin pekerja, entah saya abai* akan menebaskan saya sebatang tebu. Mengupaskan, dan memotongkan kecil-kecil untuk saya dan teman-teman saya. Saya akan keasikan menghisap-hisap batang tebu sampai habis sari manisnya, ditengah ladang yang dipenuhi capung warna-warni *kalau sedang musim capung*.
Jalan raya merupakan tempat terlarang bagi saya waktu itu. Bapak ibu saya akan menjewer sampai telinga saya merah dan panas kalau saya ketahuan nekat bersepeda ke sana. "Bahaya. Itu tempat buat orang yang udah gede. Kalau anak kecil bisa ketabrak," kata bapak saya.
Sampai suatu ketika, saya bermain di sebuah kebun milik tetangga saya sendirian. Saya iseng menyusuri pagar pembatas bagian belakang kebun, yang berupa tanaman merambat setinggi rumah. Dan hei, ada lubang di sana. Saya merangkak melalui lubangnya, kemudian berjalan mengikuti gang yang berkelok-kelok, dan....sampailah saya di jalan Raya.
Howaaa...
Saya merasa keren sekali waktu itu. Saya menemukan jalan rahasia menuju ke jalan terlarang! Tapi saya takut. Saya hanya berani berdiri sampai di ujung gang yang mengarah ke trotoar pinggir jalan raya. Kata bapak saya, saya bisa ketabrak kalau ke jalan raya.
Saya juga teringat ketika saya berantem dengan teman *saya hobi berantem dulu. Sampai guling-guling menjambak dan memukul teman laki-laki*, atau terjatuh dari sepeda, atau ketika saya dimarahi tetangga karena mengejar-ngejar anak ayam milik mereka lalu menangis. Bapak saya akan datang, dan menggendong saya pulang. Saya akan terus menangis keras dalam gendongan diperjalanan pulang. Dan sampai rumah saya malah dimarahi. Tapi tetap saja, kalau sudah menangis di luar, saya nggak mau pulang kalau bapak saya nggak menjemput dan menggendong :')
Dan kali ini, sekitar 20 tahun kemudian, saya kembali mengitari kampung saya, dengan sepeda yang lebih besar tentunya.
Pohon talok masih ada, tapi nggak ada anak-anak kecil di dahan-dahannya. Kemana mereka? Mungkin sedang main playstation atau facebookan di rumah. Atau mungkin sedang ke mall membeli es krim Baskin Robin. Pak es tung tung yang lewat pun berlalu begitu saja, tanpa ada yang memanggil. Padahal pak es tung tung jaman saya kecil dulu menjadi primadona bagi anak kecil di kampung saya, bersama pak patah bakso ojek.
Pohon Jamblangan, lautan tebu, dan kebun capung sudah nggak ada, digantikan dengan jajaran rumah-rumah mungil berpola seragam. Hmmm....
Kebun tetangga-tetangga saya juga sudah banyak yang hilang. Digantikan bangunan rapat-rapat. Tapi hei...kebun rahasia yang memiliki pintu ke jalan terlarang masih ada, walau sedikit berubah. Penasaran saya sandarkan sepeda. Karena sekarang saya sudah besar T.T, maka saya mengetuk rumah di samping kebun untuk meminta ijin dulu. Tapi malah tetangga depan rumah yang melongok, dan bilang kalau bu Ratna sudah pindah, sekarang rumahnya kosong.
Saya memasuki kebun yang terbengkalai. Terus ke belakang dan menemukan pagar pembatas yang dulu rasanya setunggu rumah. Ternyata hanya dua meter :D. Lalu saya mencari lubang yang dulu, masih ada. Tapi tentunya saya nggak bisa merangkak melalui lubang tersebut. Bukan karena nggak muat, tapi karena saya sudah besar T.T.
Lalu saya mengarahkan sepeda saya ke jalan raya yang sudah nggak terlarang bagi saya, dan mencari gang yang mengarah ke kebun tersebut. Saya memasukinya dengan menuntun sepeda saya, menyusuri gang sempit yang *ternyata* pendek. Dan sampai pada pagar tanaman yang tanahnya berlubang.
Cuma berdiri dan melihat.
Mungkin kalau sekarang saya merangkak disitu, akan sangat konyol. Tapi rasanya dulu hal itu adalah penemuan paling keren di dunia. Rahasia terbesar yang sampai saat ini pun belum saya ungkapkan ke orang tua saya. Bahwa sejak kecil, saya sudah menemukan lorong rahasia ke Jalan Terlarang...
Sekian petualangan saya hari ini.
Blog yang sangat Bermanfaat...... Moga Jaya Selalu......
ReplyDeletebuakakakaka..
ReplyDeletebisa ya kayak gitu.. aku waktu kecil juga suka main ke kali, sawah, nyolong tebu, main sama cowok.. tapi ndak pernah nemu jalan rahasia
btw tulisannya okeh, aku jadi berimaginasi :P
Aku kan selain main kali, main sawah, berantem sama cowok, juga suka blasakan seesss :D
Deletemau nggat muat atau kamu udah besar tetep namanya "gua"nya udah nggak muat kamu lewati ses karena kamu skrg udah BESAAAAAAR, ahahahaha :D :3
ReplyDeleteBukan nggak muat seess T.T. itu lubang lumayan gede yaaa.. Cuman kan nek aku yang sudah 26 tahun dan bergaya elegan ini ketahuan mbrangkang2 bisa di ringkus sama hansip kampung. Kalau nggak dikira teroris ya dikira gangguan kejiwaan ~~~~~~
DeleteSneng bget ya mbak kalo ingat zaman dulu. Polusi mah gak ada, masih sejuk, es tung-tung laris manis banget, kalo main juga gak ada jaim2nya. Beda ama skrang, jalanan macet tok, bangunan nek mana2, sawah & kebun digantikan bangunan, kalo main mana prnah ke sawah, ke kebun? Adanya juga didepan lappy, di dpan hape, mantengin beranda fesbuk, twitter, dll.
ReplyDeleteSungguh aku kangen zaman dulu e mbak:') Baca postinganmu bikin aku bener2 terbawa suasana. Makasih, as always, nice posting~
:*
Lid
Aku juga kangen banget jaman dulu. Udara masih sejuk. trus nggak punya beban hidup. Yang aku inget cuma main, seneng2, digendong bapak, disuapin ibuk :')
DeleteSama-sama
Baca postingan mbak arum ini langsung inget2 masa kecilku... nyari kepik warna-warni, manjat pohon kersen, nyebur2 di got,main pasir...jorok tapi asik bgt(*.*)... Justru kalo dilarang ortu itu malah bikin penasaran, walo akhirnya ga dilakuin juga...
ReplyDeleteNice posting mbak... bikin terharu~~
Iyaaaa...kalau dilarang malah bikin penasaran, semacam disuruh. Kalau itu sampai sekarang masih ada sisa2nya sih. Bakat bandel. hihihi...
Delete