Translate

Sunday, February 28, 2016

Diskusi dan gesekan

Salah satu teman grup WA yang saya ikuti, pernah share capture salah satu status teman FB-nya, yang kita sebut saja Ani. Ani ini bukan nama sebenarnya. Lalu kenapa saya pakai nama Ani? Karena saya barusan nonton ulang siaran Mata Najwa pas bintang tamunya Bang Haji. Mwahahahahaa....

(Dan saya suka nama Ani. Mungkin untuk seterusnya, Ani akan menjadi semacam tokoh permanen di blog saya yang ini. Jadi kalian, silahkan membiasakan diri dengan Ani.)

Bukan statusnya yang jadi perhatian di kala itu, tapi komen dari seseorang dan cara Ani menanggapi suatu komen. Jadi si Ani ini adalah seorang beauty blogger. Dia berbagi link blogpost terbarunya via Facebook.

Ngomong-ngomong saya juga beauty blogger loh. Nih klik aja www.racunwarnawarni.com.

Status tersebut kemudian dikomen oleh salah seorang followernya. Saya juga lupa kalimat pastinya bagaimana. Tapi yang jelas, si follower menanyakan kepada Ani, satu detil mengenai barang yang di review tersebut, dan juga menanyakan kenapa Ani tidak mencantumkan saja informasi tersebut pada blogpost yang dibuatnya?

Alih-alih menjawab perihal info barang yang ditanyakan, si Ani malah memilih untuk menjawab pertanyaan kedua secara panjang lebar. Dia menjelaskan bahwa merupakan pilihannya untuk memilih tidak mencantumkan informasi anu, karena...pokoknya panjang lah ya. Dan saya males menjelaskan di sini karena kamu pasti nggak mudeng. 

Ya intinya sih si Ani menjelaskan alasannya, dan kemudian meminta kepada si penanya untuk googling sendiri sahaja mengenai informasi yang dia tanyakan tersebut. 

Yang mau saya bicarakan adalah reaksi teman-teman di grup WA mengenai cara Ani menanggapi pernyataan tersebut. Nggak dikatakan secara gamblang sih ya, tapi rerata mereka bilang bahwa Ani memanjang-manjangkan sesuatu yang harusnya bisa dibuat sederhana. Menurut mereka, seharusnya si Ani jawab saja, toh Ani tahu kok informasi tersebut. Jawab saja pertanyaan pertama, dan abaikan pertanyaan kedua. Selesai perkara!

Mereka menilai, sikap Ani bisa memicu "gesekan".

sumber gambar: http://watchersonthewall.com/
"sini abang gesek!"

Pada saat terjadi perbincangan tersebut, saya mencoba mengungkapkan pendapat, bahwa sikap Ani adalah sikap yang akan saya pilih. Maksudnya Ani punya pandangan sendiri tentang tidak perlunya memasang informasi tersebut pada review produk, yang mana sebenarnya saya nggak setuju dengan pendapat si Ani, tapi bukan itu poinnya. Poinnya adalah Ani berusaha menjelaskan mengapa dia memilih tidak mencantumkannya. Dan menurut saya itu bagus. Nggak ada salahnya mengungkapkan pikiran kita, dengan cara yang sopan. Dan menurut saya Ani mengemukakan dengan cara yang sopan. Komentator juga menanggapi lagi dengan sopan. Jadi sama sekali tidak ada gesekan. Hanya diskusi sehat.

Yah, tidak seperti teman-teman saya yang lain, saya malah menilai kegiatan balas-berbalas komen tersebut adalah diskusi yang positif. Bukan "gesekan". Tapi ternyata pendapat saya tersebut tidak populer. Maksudnya ya banyak yang menilai sikap saya dan Ani bukanlah suatu sikap yang bijaksana. Dan bahwa saya adalah orang yang kurang peduli pendapat orang lain. Hmm... Justru saya sangat peduli makanya saya berusaha menjelaskan agar orang lain mengerti dengan jelas apa yang saya pikirkan.

Karena kejadian tersebut, saya jadi berpikir bahwa, orang-orang masih belum bisa membedakan mana diskusi yang baik, dan mana yang namanya berantem. Menurut saya diskusi yang baik itu perlu karena dengan begitu kita bisa memperluas wawasan.

***

Terkadang saya pun mengalami dilema kayak begitu. Saya punya prinsip untuk nggak menjawab pertanyaan yang arahannya adalah mau konsultasi perawatan kulit. Karena ya saya kan bukan dokter kulit. Takut menjerumuskan. Kadang saya jawab: "Maaf mbak, silahkan baca disclaimer blog ini bahwa saya nggak mau menjawab pertanyaan konsultasi ya." Tapi lebih sering saya abaikan.

Nah, beberapa waktu yang lalu, ada yang baper dengan jawaban saya tersebut. Dia bilang: "tinggal dijawab aja apa susahnya sih, mbak? Suka banget sih cari masalah?"

Wohoooo....

Tunggu dulu Ani.

Bagi saya nggak segampang itu. Saya lebih memilih untuk mendapat "masalah" asalkan orang lain mengerti apa yang saya maksud. Saya bisa saja sih menjawab pertanyaan yang diajukan oleh mbak-mbak tersebut, tapi saya memilih untuk nggak menjawab. Kenapa? Karena saya ingin dia tahu bahwa saya nggak akan menjawab pertanyaan seperti itu. Jadi kedepannya dia nggak mengulang lagi pertanyaan yang sama. Dan saya juga kepingin dia tahu kalau konsultasi soal penyakit atau perawatan kulit itu bukan ke blogger, bukan juga ke Ani, tapi ke dokter.

Selain persoalan konsultasi kulit, saya juga nggak mau menjawab pertanyaan yang ditanyakan dengan cara yang nggak sopan. Misal: "Harga?" Menurut saya sih itu nggak sopan. Yang sopan adalah: "Harga lipstik yang kamu pakai itu berapa ya?" Males ngetik panjang-panjang? Ya sudah. Pun saya juga males menjawab kamu. Ani juga saya yakin malas.

Mungkin kedengaran seperti saya ini suka cari masalah. Seperti Ani, yang bisa dengan mudah menjawab singkat aja. Tapi kami memilih untuk menjelaskan maksud kami. Dan saya nggak takut untuk membuka ruang diskusi. Karena bagi saya, diskusi beda dengan "gesekan".

***

Saya memilih jadi orang yang nggak takut untuk mengemukakan pendapat. Tapi tolong dibedakan sama haters-nya Mulan Jamila dan Bella Sofie ya. Maksudnya bukan mengemukakan pendapat yang seperti itu. Kalau yang seperti itu mah usil dan kampungan namanya. Maksud saya adalah mengemukakan pendapat secara sopan, dan dalam kasus yang sopan (bukan ngusilin hidup orang lain).

Temen-temen saya (cowok yang saya tanya. Habisan saya akhir-akhir ini ketemunya cowok mulu) juga saya tanya soal ini. Dan semua dari mereka yang saya tanya bilang kalau mereka lebih suka sama cewek yang bisa mengungkapkan pendapatnya. Bukan ho'oh-ho'oh manutan dan cari aman aja. Cewek yang bisa berpikir dan berani mengungkapkan pikiran dengan cara yang sopan itu seksi. Kata mereka. 

Kalau kamu, mana yang kamu pilih? Memilih cara mudah atau memilih menjelaskan maksudmu dengan baik?

Tidak, Rhoma!

Cukup, Ani!

Sekian dan jangan baper :).

4 comments:

  1. Ya ampun mbak aku baru mau nge WA dirimu buat nanyain gimana jawabin para audiens macem begini terus liat ig mu. Lalu buka blog ini.
    Horee terimakasih pencerahannya
    Btw aku baca di bis wkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Emang kaw diapaiinn? Ditanyain jeday lagi? :))))

      Delete
  2. Harga?
    .
    .
    .
    Oh,nggak lagi review ding! :))
    .
    .
    .
    Begitulah Kak generasi pemakan micin. Dikit2 baper. Dibilang alis kurang diblend aja baper,padahal emang nggak diblend. Dibilang alis menceng,lah emang alisnya menceng. Nanti dibilang cari masalah gegara ngomentari alis. Nggak hanya Ani yang lelah. Monica AgusAni juga lelah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya mending lah khak kalau kita yang rese ngomenin alis orang dan dia baper. Lah kalau dia duluan yang nanya, kita jawab, lalu dia baper? Itu sehari makan berapa kilo mecin?

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...