Translate

Tuesday, December 16, 2014

Doakan Teman Saya, Ya...

Semalam saya bermimpi soal teman saya dan Dien-chan, dan lumayan absurd. Oke, teman saya mungkin nggak absurd, karena saya dan suami beberapa kali membicarakan dia (dengan frustasi) akhir-akhir ini. Saya mau cerita sedikit soal mas-mas ini. Teman saya ini adalah temen deket saya dan suami saya sejak jaman kuliah s1, dia seangkatan sama kami. Kami udah traveling kemana-mana barengan dan melewati banyak hal.

Nah, kalau Dien-chan, baru super absurd. Bukan karena dia absurd :p, tapi karena sebenernya saya nggak kenal dia di dunia nyata, nggak lagi mikirin dia, dan bahkan nggak ada yang akhir-akhir ini ngomongin dia ke saya. Oke, Adien ini adalah salah satu blogger yang blognya saya follow. Ini blognya: http://dien-chan.blogspot.com/. Kesan saya orangnya manis, girly, dan suka make up. Selebihnya nggak tau ya. Karena beneran saya nggak kenal, cuma sesekali komen-komenan, bahkan nggak pernah chating, dan si Adien ini juga kayaknya nggak pernah koar-koar soal kehidupan pribadinya di blog.

Balik ke temen saya, diantara temen-temen deket saya yang lain, teman saya yang satu ini punya karakter yang paliiing baik. Orangnya care sama temen, punya empati yang luar biasa tinggi, selalu mau mendengarkan kalau ada yang gundah dan kemudian curhat, jarang marah, selalu mau kalau dimintain tolong (ya selama dia bisa, tapi seringnya bisa), pokoknya paling bisa diandalkan deh. Teman saya ini juga kalau saya lihat-lihat sebenernya lumayan gantheng deh rrrr....kalau dia mau sedikit lebih sering mandi dan sedikit perhatian sama pakaiannya.

Tapi ada satu kekurangan fatal yang terus terang aja meresahkan kami semua. Mungkin memang bukan urusan kami-kami secara langsung, tapi karena kami peduli, dan kami dicurhatin emak-nya (HA!), mau nggak mau itu kemudian jadi urusan kami. Dia ini belum lulus s1! Oh iya, kami ini angkatan 2003! OMG! Hitung sendiri lah ya berapa kali dia kuliah s1! Bahkan saya dan beberapa teman yang jenjang pendidikannya lebih dari s1 sudah lulus bertahun-tahun-tahuuunnn yang lampau.

Saya sih nggak masalah dengan orang lain yang belum lulus. Saya nggak comel sembarangan sama urusan orang kok, saya juga nggak bisa dong mencurahkan seluruh emosi jiwa saya ke semua orang yang saya kenal yang belum lulus. Tapi ini Dia, dan ini beda karena saya peduli. Saya dan teman-teman yang lain lebih tepatnya! Karena kepedulian kami, dan karena sepeduli-pedulinya kami, kami juga nggak bisa berbuat apa-apa, karena skripsi hanya bisa diselesaikan dengan kemauan pribadi si pembuat, jadi yang kami lakukan adalah menyindir.



Berbagai cara sih sebenernya sudah kami lakukan, sebelum kemudian konsisten menyindir. Saya ini lumayan...ehm...cakep kalau urusan begituan, dan skripsi teman saya kebetulan adalah bidang yang memang saya kuasai. Jadi, saya menawarkan untuk membuatkan skripsinya. Jawabannya? Nggambang. Nggak iya, tapi bilang nggak mau juga enggak. Saya nyicil cari-cari buku dan referensi artikel penunjang skripsinya. Tapi ya percuma. Istilahnya andaikata skripsi itu 100% saya yang buat, yang mau datang setiap bimbingan dan nantinya pendadaran kan dia. Mau nggak mau, dia harus ikut mendengarkan ocehan saya tentang materinya dong. Masalahnya dia nggak tertarik sama materinya sendiri. Dan ocehan saya nggak didengarkan. Padahal saya menilai diri saya bisa mempresentasikan sesuatu dengan sangat menarik loh. Dan pekerjaan saya waktu itu adalah trainer, yang biasa ngemeng didepan orang banyak, dan banyak orang yang menilai cara saya presentasi itu menarik dan asik. Ah dikacangin. Saya mutung!

Lalu temen-temen juga sering banget ke kosnya, dan ninggalin barang-barang yang bisa membantunya. Mulai dari sekedar segepok kertas HVS buat nge-print, ikutan nyervisin mesin printer-nya, ninggalin CD program-program yang dia perlukan, sampai buku-buku yang menunjang pembuatan skripsinya. Dan cuma teronggok aja barang-barang itu.

Nggak semua orang punya kesabaran yang tinggi, dan sayangnya, satu-satunya dari kami yang dianugerahi sifat sabar yang tinggi adalah teman saya yang satu itu sendiri. Satu-persatu kami berhenti membantu. Bukan berhenti karena nggak peduli juga sih, tapi karena kemudian kami harus mengejar hidup masing-masing. Ada yang dapet pekerjaan di luar jawa, di Jakarta, ikut suami ke luar Jogja, dan ada yang tetep di Jogja tapi jam kerjanya gila-gilaan dan pekerjaannya menuntut waktu dan pikiran yang nggak bisa disela oleh masalah lain. Ya apapun itu, dia harus menghadapi sendiri kan?

Satu-satunya media untuk membantu, tinggal sindiran. Yang nggak jarang kebablasan sampai nylekit. Tujuannya? Biar dia tahu kalau sudah keterlaluan, biar dia merasa sangat nggak nyaman dan kemudian memilih untuk pergi dari situasi nggak nyaman tersebut.

Tapi apa yang terjadi? Yes, dia memang merasa nggak nyaman mungkin ya. Tapi dia bukannya memilih menyelesaikan sumber masalahnya, malah memilih untuk menghindari pembicaraan tersebut. Makin hari, setiap ketemu dia semakin irit bicara karena takut pembicaraan apapun akan mengarah ke skripsi.

Yang sudah agak melegakan adalah, saat ini dia sudah punya pekerjaan. Sayangnyaaaa dia mengerjakan dengan setengah hati jugaaa. Nggak bekerja dengan tulus dan semangat dan berusaha meningkatkan karir, tapi ogah-ogahan masuk kerja dan sering bolos juga. Adduuhhh entah deh! Sempat dia berkata: "ah ini kan cuma mau nyelesaiin kontrak sampai februari. Setelah februari aku udah ditawarin mau masuk kerja ke kantor lain." Dan kami semua....HENING. Ini kami sudah sampai level suuzon tingkat negara sih memang. Cuma bisa berdoa semoga pemilik kantor yang baru bukan saudara atau orang dekat salah satu dari kami.

Saya tau, kalau ada banyak orang yang nggak sukses kuliah, tapi sukses dipekerjaannya. Saya sadar sepenuhnya jalan hidup orang beda-beda. Tapiiiii ya harus sungguh-sungguh dan berani menghadapi pilihan, dan yang paling penting adalah: NGGAK MENYUSAHKAN ORANG dong! Sekarang kalau orang tua tetep bayarin uang kuliah setiap semester dan bayarin uang kos setiap bulan, apa itu namanya bukan nyusahin orang tua? Saya dan temen-temen mungkin malah lega kalau dia banting setir sekalian, memutuskan DO dan cari penghidupan lain.

Nah masalahnya, dia udah ada jalan, udah dikasih pekerjaan, tapi juga nggak dikerjakan. Kalau setahu saya, orang biar bisa hidup memang nggak harus lulus kuliah. Tapi orang bisar bisa hidup dan dihargai, ya harus mau kerja. Ya misalkan nggak mau kerja keras kerjain skripsi, ya kerja kek dibidang yang lain. Kalau cuma nongkrong, bergaul sana-sini, main game, apa yang mau dicapai? Usia sudah kepala 3 pula?

Sebenernya beberapa kali kami-kami ini punya proyek pekerjaan, yang membutuhkan bantuan atau tenaga tambahan. Entah dari hobi, entah dari kantor kami, atau sekedar iseng bikin usaha bersama. Kami juga tahu, teman kami yang satu itu adalah yang paling gampang diajak karena memang butuh duit dan punya banyak waktu. Tapiiii....jujur aja nggak pernah kami libatkan. Karenaaa, yah memang kami sangat peduli dan sangat sayang, tapi kami kan punya keluarga dan kehidupan sendiri-sendiri. Kami terlalu takut kalau dia memperlakukan kesempatan yang kami berikan dengan seenaknya, dan kemudian kami harus kehilangan uang atau kepercayaan orang. Kami semua kerja nggak main-main loh. Kami punya rencana masa depan, ada yang nabung karena mau nikah, ada yang sudah punya anak, ada yang harus ngirimin uang secara berkala ke keluarga di kampung, dan ada yang nabung karena mau lanjut kuliah lagi. Kami udah menghadapi hidup kami sendiri-sendiri.

Ah...kok jadi panjang ya? Ternyata saya sendiri masih sangat peduli dan kepikiran sama teman saya itu. Tapi saat ini cuma bisa berdoa :').

Balik lagi soal mimpi, mimpi saya diawali dengan sangaaaatttt absurd. Saya mimpi kalau Dienchan mau main ke Jogja dan menghubungi teman-teman blogger Jogja. Singkat kata, si Adien ini datang ke Jogja naik mobil, sendirian. Entah saya nggak ngerti juga dia itu asalnya dari mana. Dalam mimpi saya, saya juga di Jogja. Lalu saya dan teman-teman blogger Jogja mengajak Adien makan mie babi pontianak. Oke super absurd. Saya nggak mungkin makan mie babi bareng-bareng temen-temen blogger karena banyak yang muslim, tapi mungkin saya kangen berat mie babi pontianak. Setelah itu saya lupa kami ngapain aja.

Pas Adien mau pulang, ternyata mobilnya bermasalah. Jadi saya menelpon teman saya yang saya ceritakan di atas, yang kosnya deket-deket mie babi pontianak. Teman saya dateng naik vespa. Lalu mengutak-utik mobil Adien, dan kemudian menyerah. Lalu teman saya itu ngajakin Adien istirahat-istirahat dulu di kosnya.

Adien mau, singkat cerita Adien mbonceng dan naik motor, dibawa pergi sama temen saya itu. Saya dan temen-temen yang lain nggak ikut. Lalu entah gimana saya lupa (mimpi memang banyak lupanya), pokoknya Adien dan teman saya JADIAN.

Paginya saya langsung WA di group "besok siang": "Aku semalem mimpi si anu jadian sama Dienchan."
Dijawab Lady: "Kayaknya cocok lho!"
.......

Siangnya baru saya kepikiran dan WA lagi: "Tapi eman-eman Dienchan lah ya..."

:))

Absurd yah! Dan nggak mungkin banget. Tapi gara-gara mimpi itu saya agak-agak punya keinginan ngenalin temen saya ke Dienchan. Yah walau saya tau mungkin si Adien nggak mau lah ya sama mas-mas begitu. Tapi entah kenapa kok saya punya angan-angan, walau bukan dengan cara jadian (pokoknya dikenalin aja lah), si Adien ini adalah angin segar yang membawa harapan bagi teman saya, dan bisa bikin temen saya cepet lulus dan kerja dengan serius ya?

Ah tapi saya nggak kenal Dienchan :'(. Apa saya ngeprint FOTD Adien di blog-nya terus saya bingkai lalu saya pasang di kamar temen saya aja ya? Terus nanti saya bilang ke teman saya: "Kalau kamu bisa lulus atau bisa sukses, entah gimana caranya, aku kenalin kamu ke dia!" #tunjukfotoadiendidinding.

4 comments:

  1. Hahaha kocaak..
    Btw aku juga mau dong di deskripsiin sama mba arum yang tau aku cuma via dunia maya.. hahaha #oot #maap

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Geje ah. Saya mah nggak bakalan ngunjungin balik ke orang yang komennya geje ^^

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...