Saya membayangkan kalau saya ini hantu...
Saya pasti menjadi hantu cantik dengan mini dress berwarna hitam dan lipstick merah ala Marilyn Monroe. Lengkap dengan sexy simple natural smokey eyes, dan stileto 17 cm warna hitam dengan aksen keemasan, Manolo Blahnik tentu saja.
Saya membayangkan saya mendahului kalian semua. Oh...hal yang paling saya takuti adalah ditinggalkan orang-orang terkasih. Jadi bolehlah saya membayangkan saya pergi terlebih dahulu.
Di dunia ini nggak ada yang abadi. Maka sudah rumusnya kalau yang ditinggalkan harus bisa move-on. Tapi karena dalam bayangan saya, saya mendahului kalian, maka saya sebagai yang meninggalkan juga ingin move on. Tapi move on itu juga susah bagi hantu seperti saya, sama susahnya move on pada hati manusia. Raga boleh melebur dengan tanah, jiwa tetap akan ada.
Saya membayangkan saya akan menangis merindukan kekasih saya di dunia.
Karena hantu harus move on, saya membayangkan ada sesosok hantu keren berkulit coklat bersuara macho dan piawai memetik gitar bernama Terry. Terry? Ya, waktu kecil saya suka komik Candy-candy. Terius adalah nama pacar Candy yang paling keren.
Hantu bernama Terry terus mendekati saya dalam kegelapan malam, membawa saya kedalam mimpi-mimpi seram tapi romantisnya. Mengajak saya terbang di antara awan-awan, bercinta di antara kerlip bintang.
Sampai suatu ketika dia mengamati saya mengigau dalam tidur. Hantu juga butuh tidur bukan? Saya malas menjadi hantu yang punya dark circle. Saya mengigaukan nama kekasih saya di dunia. Dan ketika malam menjerat, para hantu terbangun, mereka yang bertugas mengulaskan eyeshadow hitam di sekeliling lingkar mata dan membungkus tubuh dengan kain kafan. Saya terbangun, mandi, mengenakan stileto dan lipstick Marilyn saya. Terry menanyai saya: "Siapa yang kau igaukan tadi?"
Saya tidak segera menjawab, tapi menangis tergugu.
"Siapa?!!!" Teriak Terry dengan kemarahan yang berlipat.
"Tenang saja, dia masih hidup," saya berusaha menyusut air mata.
"Oh..maafkan aku, Sayangku. Aku tidak tahu cerita itu. Tak kusangka ceritamu begitu tragis. Aku turut berduka cita."
Saya memeluknya: "Aku bersyukur memilikimu, Terry. Biarlah dia menjadi masa lalu. Tapi kumohon, ijinkan aku mengenangnya suatu waktu dalam matiku yang begitu lama dan akan terasa selamanya ini."
Begitulah waktu berlalu. Dan pada suatu waktu saya mencoba menghantu ke bumi. Saya kembali menyusuri kisah-kisah yang lalu. Saya tersenyum haru ketika melihat kekasih masa hidup saya berbahagia menemukan yang baru.
"Tenanglah," bisik saya dari luar kaca jendela kamar mereka. "Berbahagialah menikmati waktumu yang cuma sedikit di dunia."
No comments:
Post a Comment