Translate

Thursday, September 13, 2012

Halo Orang-Orang, Bencana Bukan Merupakan Hukuman dari Tuhan!

Saya sudah sering menuliskan mengenai hal ini. Tapi topik ini terus menerus muncul dan terus menerus membuat saya terganggu. Semalam, saya melakukan obrolan ringan dengan pacar saya, sehingga saya tergelitik untuk membuka kembali memori saya mengenai topik ini, dan kemudian menuliskannya.


Kasus pertama:

Waktu awal kuliah, pertama kali saya menginjakkan Jogja, saya mengalami musibah yang cukup membuat trauma. Begitu turun dari bus (saya turun di Janti, saat itu jam setengah 7 malam, kondisi jalan ramai karena ada kampanye suporter sepak bola lokal, tetapi pinggir jalan sepi), seseorang menyergap saya, menodongkan pisau lipat, dan meminta handphone beserta seluruh uang yang saya bawa. Tanpa berpikir, saya langsung menyerahkan Nokia 3310 dan uang saku sejumlah Rp 200 000, yang waktu itu adalah harta saya yang paling berharga.

Apakah kejadian itu membuat saya trauma? Ternyata enggak. Saya biasa saja, tetap beraktivitas dan tetap ke janti kalau memang diperlukan. Tapi kejadian sesudahnya yang membuat saya trauma.

Seperti sewajarnya anak baru, saya menceritakan pengalaman "mengesankan" itu ke orang-orang. Dan ada beberapa orang yang berkomentar: "Kamu kurang amal sih". Dan bahkan pada umur saya yang 17 tahun saat itu, saya sudah kepingin menggosok mulut orang yang berkomentar seperti itu dengan parutan kelapa #hardcore.


Kasus kedua:

Belum lama ini saya mengalami kesialan juga. Motor saya dipepet orang di pinggir selokan mataram, motor saya oleng, dan saya terjatuh. Beruntung saya hanya terjatuh di jalanan. Tetapi tas saya beserta isinya terlempar masuk ke selokan Mataram. Kejadian selengkapnya pernah saya tulis disini.

Selain simpati, rasa kasihan, dan pertolongan, saya juga menerima kembali komentar yang mengiritasi perasaan saya: "Kamu pasti kurang amal, ya?"



Sebenarnya, sejak kasus pertama, saya sudah membatasi diri untuk nggak menceritakan kemalangan-kemalangan saya ke orang lain yang nggak berkepentingan. Karena saya benar-benar merasa terganggu dengan komentar semacam itu. Dan ini bukan hanya mengenai saya. Beberapa kali saya memergoki, seseorang yang mengalami musibah dan kemudian berbagi di social media, menuai komentar: "banyak-banyak berdoa ya". "Makanya lain kali banyak amal, biar terhindar dari musibah". #blah.

Pernahkan orang-orang yang berkomentar seperti itu berpikir sebelum berbicara?

"Makanya banyak doa dan amal!"
Dengan ucapan itu mereka menghakimi bahwa orang yang terkena musibah adalah karena orang tersebut kurang doa dan amal. Dan saya sedikit emosi dengan komentar tersebut. Hai, orang-orang, apakah kamu bener-bener tau keseharian saya? Saya doa berapa kali sehari? Saya amal berapa persen dari gaji sebulan? Dan benarkah Tuhan membuat semacam aturan, harus berdoa minimal tiga kali sehari dan amal minimal 5% sebulan agar kamu terhindar dari bencana?
Saya rasa, masalah doa dan amal saya bukan urusan siapapun. Saya nggak merasa ada perlunya melaporkan kemana-mana pada saat saya melakukan doa dan amal. Jadi, saya juga nggak merasa ada perlunya orang lain mengomentari mengenai kebaikan hati dan religiusitas saya.

"Kamu pasti kurang amal, ya?"
Dan kamu yang berkomentar, merasa lebih banyak amal dari saya, ya? Dalam komentar semacam itu, terselip kesombongan. Lihat nih, saya nggak sial kayak kamu, berarti saya amalnya lebih banyak dari kamu. Iya deh, terserah kalau memang situ banyak amal. Kamu orang suci. Tapi tolong jangan menghakimi kalau orang lain kurang amal. Karena bisa saja orang yang kamu komentari bahkan amalnya beribu kali lipat dari kamu.


Baiklah, tulisan saya mulai penuh emosi :D. Kalem.. Kalem...


Kasus-kasus diatas sama seperti tanggapan beberapa orang mengenai bencana alam, yang pernah juga saya ulas disini. Orang-orang cenderung spontan berpendapat kalau bencana alam adalah hukuman dari Tuhan.

Masih ingat mengenai Tsunami Aceh? Orang-orang beramai-ramai mengungkapkan pendapat, "itu hukuman Tuhan karena anu *saya malas menulis karena pembahasan saya bukan soal itu*"

Lalu gempa Jogja. Banyak yang berpendapat kalau muda-mudi Jogja terlalu banyak melakukan sex bebas sehingga Tuhan murka.

Gempa Bali. Karena Bali kota maksiat sehingga pantas dihukum.

Letusan Gunung Berapi: hukuman Tuhan karena manusia sudah begitu banyak dosanya.


Rasanya saya ingin menutup telinga saya dan berteriap: STOP. TUTUP MULUT. KALAU NGGAK MAU BANTU YA NGGAK USAH BANTU TAPI TOLONG JANGAN MENGHAKIMI TANPA BERKACA!

Saya akan mengulang kembali apa yang sering saya tuliskan:
Kalau memang bencana alam adalah hukuman dari Tuhan, kenapa masyarakat di lereng merapi yang terkena bencana? Kenapa bukan bapak-bapak pejabat di gedung DPR yang otaknya penuh korupsi dan rekayasa? Kalau memang gempa jogja adalah hukuman atas kaum yang melakukan sex bebas, kenapa malah masyarakat pinggiran di Bantul dan Klaten yang banyak menjadi korban?

Menurut saya, bahkan sebelum manusia ada, alam sudah beraktifitas. Jadi segala bencana alam nggak ada hubungannya dengan dosa atau kurang amal atau apalah gitu.

Menurut saya, nggak sepantasnya kita menghakimi seperti itu. Yang bisa kita lakukan hanyalah melatih kepekaan dan mengulurkan tangan bagi yang membutuhkan. Karena sebagai manusia, kita nggak pernah tahu kapan alam bergejolak...

10 comments:

  1. Kalo aku percayanya gini. Tidak ada yang kebetulan. Semua sudah diatur dan direncanakan. Alam punya mekanisme yang maha dahsyat tentang kehidupan. Menghakiminya sebagai hukuman atau apa cuma bikin otak pusing.

    Kalo kata mbak Dewi Lestari, "memang sudah waktunya kita mengalami -ini-", ini bisa berupa hal baik, atau hal buruk macam bencana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hmm...kalau begitu memang sudah watunya saya mengalami jatuh dari motor. Mau saya sodakoh dua puluh juta per bulan (duite sopo?) tetep aja ada saatnya terjatuh :))

      Delete
    2. klo dari yg aku 'masih' percaya sih gini..
      setiap perbuatan kita yg dilandasi kehendak yg kuat itu akan mendapat karma, entah yg baik entah yg buruk..
      semakin besar karma kita, semakin lama berbuah..

      jadi klo kita nolong orang trus menang undian, itu karma baik kita udah dibayar saat itu jg..
      Begitu jg klo kita jatuh tiba2, atau kesialan apalah berarti karma buruk kita gak terlalu berat jd lgsg dibayar..
      malah klo ketimban sial gitu, aku dihibur2 sama temenku.."jgn sedih, asik donk, dah bayar karma"
      itulah kenapa yg korupsi2 gitu gak lgsg disambar petir..tp karma nya disimpan buat nantiiii...

      tp klo hilang hp atau jatuh karna kesalahan sendiri mah...(-.-)

      Delete
    3. Hmm...kalau aku nggak percaya karma, dear. Soalnya ya itu tadih. Aku nggak mau melihat orang yang tertimpa kesialan (apapun itu) sebagai seseorang yang menuai sesuatu dari masa lalu. Terlalu menghakimi bagi aku.
      Dan kalau berbuat baik, aku pingin berbuat baik karena ingin berbuat baik. Bukan karena menanti imbalan "karma" di hari depan.

      Tapi nggak masalah apapun atau bagaimanapun cara kita memandang. Yang penting itu bisa mendorong kita berbuat baik. Ya toh? :)))

      Delete
    4. Jujurnya sih Jeng. Aku pernah lho meneriaki seseorang yang menyakitiku dengan "kamu pasti kena karma atas perbuatanmu", tapi lama-kelamaan, aku kok mikirnya kaya aku habis nyuruh Tuhan untuk membalaskan dendamku ya?

      Di sini manusianya nggak adil banget. Masa Tuhan yang Maha Baik kita suruh untuk melakukan hal yang menyakiti orang lain?

      Terus kalau orng lain ketiban sial, terus kita bilang Alhamdulillah, gitu? :))

      Jadi doanya saya ganti, daripada Dia repot-repot balasin dendam aku, mending baikilah diriku. Bikin diriku lebih baik dari sebelumnya. Biarlah urusan amal, kesalahan dan kebaikan yang orang lakukan itu jadi urusan dia sendiri sama Yang Di Atas.

      Delete
    5. QOTD: "...Biarlah urusan amal, kesalahan dan kebaikan yang orang lakukan itu jadi urusan dia sendiri sama Yang Di Atas".

      Eh...halo dari Surabaya. Lokasi tepat saya: lima bangunan di samping kanan kantor ses Dhiny

      Delete
  2. Menurutku tidak semua orang yang mengalami kesialan itu karena menuai karma atau kurang beramal.
    Yang aku yakini adalah karena cobaan atau musibah datang mengajarkan kita untuk bersabar. Jika kita ikhlas dalam menjalani ujian hidup maka itu bisa mengurangi dosa2 kita di akhirat kelak.

    Lihat aja kisah nabi, penyebar agama dan orang2 yg memperjuangkan kemanusiaan yang selama hidupnya banyak mengalami dera dan siksa, nah apa itu juga karena mereka kurang beramal??? (gila kali kalo ampe berpendapat begini)

    Meski aq juga ngga memungkiri soal karma. Memang ada sebagian orang yang menuai musibah akibat feedback perbuatan mereka.

    Nah, Jeng Arum, jangan dengarkan orang2 yg bilang hal2 ngga masuk akal begitu (kalau bisa langsung sumpel mulut orang2 itu pakai kresek *anarki mode on* ha ha)
    Terkadang musibah dan cobaan juga memberi 'alert' kita untuk lebih berhati2 dan berjaga2 dan juga memberi kita pengalaman untuk lebih menguatkan kita (orang yg banyak diuji biasanya lebih tegar).
    Koq aq jadi numpang ceramah gini ya he he)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buahahhak, thanx Deasy.

      Yup, kamu bener banget. Ada orang suci semacam nabi yang hidupnya menderita. Ada juga koruptor yang foya-foya.

      Dan ya, semua orang harus menuai sesuatu dari perbuatannya donk. Misalnya nih, orang2 sering buang sampah sembarangan dan menebang pohon. Ya mereka bakalan dapet banjir dan udara yang nggak bersih. Nah, kalau "karma" memang ada, bentuknya ya seperti2 banjir itu :D

      Nggak apa, jeung. Disini bebas kok. Mau ceramah, mau kayang, salto, sampe menggalau juga nggak dilarang :))))

      Delete
  3. kalo aku pas lg kena "musibah" dan dikatain, kurang iman n blablabla,, pasti tak jawab.. justru orang semakin beriman cobaannya semakin banyak, semakin ditinggikan derajatnya.. dan si pengatai itu langsung gak bisa jawab.. hehehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buahahahak... Jawabannya baguusss. Meskipun aku juga nggak se-geer itu yah, mengira diriku sangat beriman sehingga sering dicobai :D. Tapi bagus juga buat bikin orang gondok :)))

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...