Translate

Thursday, July 11, 2013

Saya Nggak Tahu Gimana Caranya Menghilangkan Perasaan Insecure :D

Saya ini blogger yang paling enggak kreatif sedunia mungkin. Alasan saya lama nggak update blog ini, karena saya sama sekali nggak punya ide mau nulis apa. Blogwalking kesana-kemari, bukanya terinspirasi malah mengiri sama blogger-blogger lain yang oke punya, yang bisa-bisaan update setiap hari, dengan mood tulisan yang tetap stabil dan enak dibaca. Jiper deh saya.

Tapi kemarin, ada satu tulisan dari salah satu blogger favorit saya yang menggerakan saya untuk menulis lagi. Si blogger cerita tentang Insecurity. Post blogger tersebut bisa dilihat di sini. Bukan hanya tulisan si blogger yang mendorong saya, tapi juga karena kemudian seorang teman yang kebetulan membaca juga tulisan tersebut mengajak saya ngobrol tentang topik itu.

Menurut saya semua orang pasti punya lah sesuatu yang membuat dia enggak pede dengan dirinya sendiri. Sayapun punya. Kebetulan saya dilahirkan dengan fisik yang tidak sempurna. Bukan, saya nggak ngomongin soal estetika, tapi saya ngomongin fungsi tubuh. Saya terlahir dengan cacat pada tangan kiri dan telinga kanan. Bentuknya sih biasa aja. Tapi tangan kiri dan telinga kanan saya nggak bisa melakukan fungsinya. Tangan kiri saya nggak bisa diangkat, kecuali dengan bantuan dari tangan kanan atau penyangga. Sedangkan telinga kanan saya tuli nyaris total.

Tapi saya sangat-sangat beruntung karena didikan dan lingkungan saya nggak mengijinkan saya tenggelam dalam perasaan insecure. Sejak kecil, saya nggak pernah diperlakukan berbeda oleh bapak ibu saya hanya karena tangan kiri saya nggak aktif. Saya tetep aja disuruh menyapu, dibiarkan mengangkat barang-barang berat walau saya kerepotan dan dengan satu tangan, dibiarkan belajar memakai kaos sendiri bagaimanapun susahnya. Dulu waktu kecil, saya pernah menangis karena frustasi nggak bisa pakai kaos sendiri :D.

Usaha dari diri saya sendiri dan usaha keluarga saya untuk memperlakukan saya dengan normal membuahkan hasil. Meski dengan cacat-cacat yang bisa dikatakan fatal, saya bisa hidup sendiri sekarang, lain kota dengan orang tua saya. Saya bisa naik kendaraan bermotor sendiri dan melakukan banyak hal sendiri.

Saat ini, kalau saya bertemu atau berkenalan dengan orang baru, nggak ada yang sadar kalau saya mempunyai kekurangan-kekurangan itu. Karena saya membawa diri saya dengan normal. Karena saya tahu kalau saya normal, hanya dengan sedikit kekurangan nggak penting. Kecuali orang tersebut jeli. Misalnya: saya hanya mengangkat telpon dengan tangan kanan dan hanya meletakkan di telinga kiri, walau saya hanya memasang headset di telinga kiri tapi saya tetap nggak bisa diajak bicara, saya nggak bisa nyetir mobil manual, saya lebih nyaman berada di sebelah kanan orang karena dengan begitu saya akan mendengar kalau dia ngomong dengan pelan. Dan lain-lain. Dan lain-lain.

Intinya, sejak kecil saya nggak diijinkan tenggelam dalam rasa minder.

Teman-teman tentunya tahu dan ngalamin banget dunia remaja, dunia sekolah terutama SMP-SMA. Kelompok anak-anak SMP-SMA itu menurut saya adalah miniatur dari masyarakat kita. Secara alami, merekaakan berkelompok dengan sesama mereka. Ada geng cewek-cewek cantik, ada geng cowok-cowok atletis, geng kutu buku, geng gaul, geng anak-anak pendiam, geng anak-anak kaya, geng anak-anak yang suka berorganisasi, dan geng-geng yang lain. Mereka akan mencari-cari persamaan untuk mempererat ikatan pertemanan. Yang berbeda dan nggak punya satupun persamaan dengan geng tersebut? Biasanya jadi target bullying. Terasing. Dan akhirnya minder.

Saya kurang paham bagaimana rantainya. Apakah kondisi terasingkan dan menjadi korban itu yang menjadikan seseorang insecure, atau seseorang yang insecure akan dengan mudah menjadi korban. Saya rasa sih dua-duanya benar dan itu merupakan lingkaran setan. Mungkin seseorang membawa diri dengan salah di suatu lingkungan yang menyebabkan dia diasingkan dan menjadi korban, dan kemudian ketika dia mencoba masuk ke lingkungan lain, perasaan insecure itu masih terus terbawa. Dan seterusnya. Dan seterusnya. Nggak ada putus-putusnya.

Dengan kondisi saya, semestinya saya dengan mudah menjadi target dan kemudian insecure. Tapi, puji Tuhan, enggak. Entah karena saya beruntung, atau karena saya masuk di lingkungan yang tepat, atau karena pembawaan saya yang nggak menijinkan seseorang untuk melecehkan saya.

Ada seorang teman saya ketika masa-masa itu (SMP-SMA). Dia nggak jelek, dia nggak bodoh, dan yah berkecukupan. Tapi sangat-sangat insecure. Semua dihadapi dengan takut dan ragu-ragu. Semua tindakannya rasanya dilingkupi kecanggungan. Walau nggak ada yang salah dengan dirinya, kecuali ya perasaan mindernya, dengan cepat dia jadi korban ejekan-ejekan dan diasingkan. Padahal kalau mau menilik, banyak orang yang kekurangannya dan perbedaannya lebih mencolok dari dia. Contohnya saya yang tuli sebelah. Tapi toh saya malah aman-aman saja, belum pernah diasingkan atau jadi target ejekan kejam.

Kenapa dia yang jadi korban? Karena cara dia membawa diri sudah seperti itu. Beruntung kalau dia langsung ketemu teman yang mendukung dia dan meningkatkan pedenya. Tapi apa sih yang bisa diharapkan dari masa SMP-SMA? Semua orang berlomba-lomba menjadi sama agar nggak diasingkan. Ketika ada yang jadi korban, ya itulah musuh bersama. Nggak akan ada yang mau mendekat kalau dia sudah dicap musuh bersama seperti itu. Takut dong ikutan diasingkan, ikutan jadi korban.

Cara untuk menghilangkan perasaan insecure? Wah...hanya diri kalian sendiri yang tahu. Banyak banget buku-buku self help yang dijual, yang temanya membantu meningkatkan kepercayaan diri. Tapi tetep aja menurut saya beda-beda di masing-masing orang.

Oh iya, saya juga punya perasaan insecure pada hal-hal tertentu. Wajar kok. Ada beberapa hal tentunya yang bikin seseorang minder, entah diakui atau enggak. Saya punya kelemahan disuatu bidang, yang nggak akan saya sebut di sini karena, yah...saya insecure. Malu. Minder. Cara saya mengatasi? Belum ada caranya. Saya sungguh belum bisa menghindari hal yang satu itu. Satu-satunya cara yang saya tahu adalah dengan menghindarinya. Saya menonjolkan bidang-bidang lain yang benar-benar saya kuasai, saya maksimalkan.

Tapi sebenernya ketika saya memikirkannya tadi malam, saya menilik lagi perasaan minder saya. Sebetulnya kalau saya berterus terang kepada semua orang, seperti keterus terangan saya bahwa telinga saya tuli sebelah misalnya, ya nggak akan ada apa-apa. Selama saya membawa diri dengan baik. Tadinya saat saya berencana menuliskan ini, saya berencana menuliskan kekurangan saya yang satu itu. Tapi ternyata ya nggak bisa. Rasa minder saya masih meraja.

Intinya apa sih tulisan saya ini? Intinya sebenernya tadinyaaaa, saya mau mengajak teman-teman yang sedang tidak percaya diri untuk melihat kelebihan masing-masing. Menyingkirkan perasaan malu dan mengakui kekurangan yang kita punyai dengan senyuman.

Tapi ternyata nggak segampang itu ya? Pada akhir paragraph saya malah menghapus semua sikap positif saya yang saya bangun di awal tulisan. Dan kalau mau menghapus tulisan ini pun saya sayang. Hahaa.. Yawislah. Namanya juga diary. jurnal pribadi :D.

8 comments:

  1. Huks. Terharu baca postinganmu ini Mbak. >.<

    Memang insecure itu hampir selalu melekat, tapi nggak boleh jadi penghambat. Munafik lah kalau ada yang bilang nggak pernah insecure, yang ada adalah orang yang berani, mengusir perasaan negatif sehingga menjadi pede, entah bagaimanapun caranya. Mungkin dengan didikan orang tua, kemauan yang besar, dsb.

    Ya entah kenapa juga ya, kadang kalau udah nulis panjang2 terus lupa tujuan awal, sering juga aku tetiba merasa insecure di tengah2 menulis, akhirnya gak jadi posting. :(
    FYI, tulisanku itu juga melenceng dari tujuan awal. >.<

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau ada orang yang ngaku nggak pernah insecure, menurutku itu termasuk salah satu cara dia untuk mengatasi/menghindari/menutupi insekuritasnya. Ya nggak sih? :D.

      Lha iya, yeng. Jangankan nulis beginian. Wong nulis yang temanya jelas kaya misalnya "eye makeup tutorial" aja sering nggak fokus :D

      Delete
  2. sessss, aku ra ngerti nek dirimu kayak gitu :O waw, hebat banget yakin cara menutupi kekurangan dgn kelebihanmu kui :O

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi...kita jarang ketemu sih ya, ses. Nek sering mesti kamu ya tahu kok, ses, dari bahasa tubuhku yang nggak biasa. Dari cara nguncir rambut dan ngangkat telpon we wis konangan. :D

      Delete
  3. apa bener ini ceritamu rum??aku liat foto di fbmu (kita temenan) tangan kirimu bisa diangkat tanpa penyangga sambil bawa kamera.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  4. Huks... Iya, mengatasi rasa minder itu emang berattt... >.<
    jujur saya termasuk yg suka minder, Jeng, level akut mungkin...
    meski sekarang udah agak mendingan daripada dulu, coz udah beberapa tahun belakangan ini saya belajar untuk lebih cuek dan ngga ambil pusing apa yg dipikirkan org...

    salut buat Jeng Arum yg uda bersedia berbagi n menyemangati seperti ini :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Temen-temenku yang minderan, biasanya itu malah orang-orang keren, Jeng. Ada yang masih kuliah sudah kerja, ada yang penulis berbakat, ada yang pinter masak, tapi entah ya kenapa minder.

      Iya, cara paling ampuh mengatasi minder ya kayaknya cuma mengabaikan aja oomongan negatif dari orang lain

      :D

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...