Translate

Friday, March 15, 2013

Saya membayangkan kalau saya ini hantu

Saya membayangkan kalau saya ini hantu...

Saya pasti menjadi hantu cantik dengan mini dress berwarna hitam dan lipstick merah ala Marilyn Monroe. Lengkap dengan sexy simple natural smokey eyes, dan stileto 17 cm warna hitam dengan aksen keemasan, Manolo Blahnik tentu saja.

Saya membayangkan saya mendahului kalian semua. Oh...hal yang paling saya takuti adalah ditinggalkan orang-orang terkasih. Jadi bolehlah saya membayangkan saya pergi terlebih dahulu.

Di dunia ini nggak ada yang abadi. Maka sudah rumusnya kalau yang ditinggalkan harus bisa move-on. Tapi karena dalam bayangan saya, saya mendahului kalian, maka saya sebagai yang meninggalkan juga ingin move on. Tapi move on itu juga susah bagi hantu seperti saya, sama susahnya move on pada hati manusia. Raga boleh melebur dengan tanah, jiwa tetap akan ada.

Saya membayangkan saya akan menangis merindukan kekasih saya di dunia.

Karena hantu harus move on, saya membayangkan ada sesosok hantu keren berkulit coklat bersuara macho dan piawai memetik gitar bernama Terry. Terry? Ya, waktu kecil saya suka komik Candy-candy. Terius adalah nama pacar Candy yang paling keren.

Hantu bernama Terry terus mendekati saya dalam kegelapan malam, membawa saya kedalam mimpi-mimpi seram tapi romantisnya. Mengajak saya terbang di antara awan-awan, bercinta di antara kerlip bintang.

Sampai suatu ketika dia mengamati saya mengigau dalam tidur. Hantu juga butuh tidur bukan? Saya malas menjadi hantu yang punya dark circle. Saya mengigaukan nama kekasih saya di dunia. Dan ketika malam menjerat, para hantu terbangun, mereka yang bertugas mengulaskan eyeshadow hitam di sekeliling lingkar mata dan membungkus tubuh dengan kain kafan. Saya terbangun, mandi, mengenakan stileto dan lipstick Marilyn saya. Terry menanyai saya: "Siapa yang kau igaukan tadi?"

Saya tidak segera menjawab, tapi menangis tergugu.

"Siapa?!!!" Teriak Terry dengan kemarahan yang berlipat.

"Tenang saja, dia masih hidup," saya berusaha menyusut air mata.

"Oh..maafkan aku, Sayangku. Aku tidak tahu cerita itu. Tak kusangka ceritamu begitu tragis. Aku turut berduka cita."

Saya memeluknya: "Aku bersyukur memilikimu, Terry. Biarlah dia menjadi masa lalu. Tapi kumohon, ijinkan aku mengenangnya suatu waktu dalam matiku yang begitu lama dan akan terasa selamanya ini."

Begitulah waktu berlalu. Dan pada suatu waktu saya mencoba menghantu ke bumi. Saya kembali menyusuri kisah-kisah yang lalu. Saya tersenyum haru ketika melihat kekasih masa hidup saya berbahagia menemukan yang baru.

"Tenanglah," bisik saya dari luar kaca jendela kamar mereka. "Berbahagialah menikmati waktumu yang cuma sedikit di dunia."

Thursday, March 7, 2013

Pelajaran dari Masa Lalu: Jangan Pernah Ngeribetin Mantan Pacar

Gara-gara obrolan tengah malam dengan Tami, saya jadi kepengen cerita-cerita soal mantan saya lagi. Saya banyak ya cerita soal mantan? Iya, mantan saya banyak. Maklum bunga desa *kibas rambut ke kiri* *kibas rambut ke kanan*. Bukan banyak sih sebenernya, tapi aneh-aneh. Lucu aja kalau diceritain. Tapi kalau kali ini mah saya yang aneh. Daripada cerita yang terlanjur saya bagi dengan Tami ini di post di blognya Tami, mending saya publish duluan deh --".

Ada yang pernah pacaran sama temen masa kecil? Saya donk. Saya punya temen dari balita. Semua orang bilang itu pacar saya. Tapi waktu itu kami nggak pacaran kok, suer. Ya masa balita pacaran? Mandi bareng sih iya, tapi pacaran ya kagak lah yaaaa...

Pokoknya dari kecil saya deket dan suka main sama dia. Dia itu jagoan gitu deh, preman kecil. Kalau ada yang nakal sama saya, saya langsung bilang sama dia. pasti yang nakal dihajar. BAMB! Kalau ban sepeda saya bocor, saya tuker sepeda sama dia. Saya lancar mengayuh sampai sekolah, dia tertatih-tatih nuntun sepeda bocor punya saya. Kalau uang jajan saya ketinggalan, dia malakin anak lain yang badannya lebih kecil dan hasilnya buat saya. Pendek kata dia malaikat pelindung saya dalam menghadapi ganasnya masa SD.

Pas SMA, kami masih deket, dan makin deket aja. Dan karena orang-orang di sekitar kami bilang kalau kami pacaran, ya sudah kami pacaran. Nggak ada acara nembak dan tanggal jadian kok. Kayaknya kami pacaran ya karena keadaan aja, karena dibilang pacaran. Padahal kayaknya kami nggak mudeng apa artinya pacaran. Hubungan kami juga nggak berubah tetep gitu-gitu aja. Yang berubah cuma kalau ada orang tanya: "itu pacarnya?" Akan kami jawab, "iya".

Tapi menjelang kenaikan kelas tiga kami putus. Mau tau putusnya kenapa? Karena dia hobi nolongin adek kelas yang hobi pingsan. Adek kelas itu kebetulan cantik banget. Paling cantik di sekolah. Saya kesel donk. Masa kalau dia pingsan saya disuruh pulang sendiri naik bus karena dia sibuk menolong?

Semakin hari, acara pingsan itu semakin sering aja. Dan saya semakin sering pulang sendirian. Saya emosi. Cakep tauk, panas-panas dan berdesak-desakan naik bus sering-sering. Akhirnya saya ultimatum dia: "pokoknya kalau kamu nolongin orang pingsan lagi lebih baik kita putus." Dan dia jawab, "lebih baik kita putus".

Waktu putus saya nggak sedih, karena ya ngapain juga sedih? Sejak balita belum ada embel-embel pacaran kan kami sudah deket. Masa bisa sih hubungan kami berubah? Tapi ternyata memang berubah. Dia jadi sok cuek dan nggak perhatian lagi sama saya. Ini gara-gara Sari, anak kelas sebelah yang juga suka baca-baca blog saya sekarang *hai, Sariiii :)))*. Sejak putus itu dia jadi deket sama Sari. Dan sejak saya putus, si adik kelas cantik itu juga nggak pernah pingsan lagi -_______-.

Yang semula dinomor satukan menjadi diabaikan. Yang semula diperhatikan menjadi dilupakan. Kesel nggak sih? Makanya kemudian saya caper. Saya repotin dia ini itu, saya suruh anter kesini kesitu, saya mintain tolong segala hal. Kalau dia nggak mau saya marah-marah. Pokoknya saya ribetin. Pokoknya saya harus menjadi yang nomor satu lagi.

Sampai kemudian piknik sekolahan. Dia duduk sama Sari di bus *grrrrr, hai, Sariiii*. Saya dicuekin dan akhirnya duduk sama temen saya yang lain. Ditengah perjalanan, saya datengin dan ngotot tukeran tempat duduk sama Sari. Sarinya sih iya-iya aja, tapi dia yang nggak mau. Saya marah-marah. Untuk menghindari keributan lebih lanjut akhirnya dia mau.

Tapi saya dicuekin sepanjang perjalanan. Jadinya saya nangis. Tapi saya nangispun tetep dicuekin sama dia. Akhirnya saya diem sendiri dan nggak nangis lagi.

Lucu ya? Hehehe...

Gimana kelanjutan ceritanya?

Pas kuliah kira-kira semester empat, kami sempet CLBK dan pacaran lagi. Tapi kemudian kami sama-sama sadar kami cocoknya temenan. Obrolan kami asik tapi nggak ada yang romantis. Dan saat itu saya sudah ngerti untuk nggak ngeribetin mantan daripada dicuekin :)))

Kemana dia sekarang?

Ada kok, balik ke Solo dan buka beberapa bisnis yang lumayan sukses. Kami masih sesekali ketemuan dan nongkrong bareng. Kalau putus sama pacarnya, dia selalu cari saya untuk dicurhati habis-habisan. Tapi sialnya kalau saya pas putus sama pacar saya, dia selalu pas punya pacar yang cemburuan dan alhasil saya dicuekin. Sekarang sih dia nggak punya pacar. Beberapa kali dia nemenin saya cari seragam dan properti untuk urusan pernikahan saya. Yah, saya kan memang mentri pemberdayaan mantan. -_-
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...